Senin, 05 Mei 2014

perespon kahlil gibran

Dengan keagungan sang matahari , demi alunan sang rembulan 
Tiada daya yang mengarungi desiran Semuanya nampak lalu seperti kekekalan sang angin . . .
Teruntuk keadidayaan rembulan yang tak berpengeluh , 
Semuanya nampak sirna bagai pelangi tenggelam , 
Menyerupai keheningan dalam setiap alunan neraca gugusan bintang . . .


Dan ketika mata terpijar di semua bayangan ,
Hati terbalut kesenjaan tak terpadam , menantikan semua yang berujung sirna , 
Hanya dengan untaian ranting yang selalu menguatkan . . . 
Teruntuk gerimis yg tak berirama ,
Semua fase tipu daya yg berkilau atau tak berbinar , 
Hujamlah rona suraumu dan kekalmu . . .

Dan kepada semua lajurmu , penafsiran kekekalan tak bernoda dan ranting yg berpeluh , semua Nampak sirna dan usang . . .
Bagai lembayung tak bernyali ,
Namun keagungan sosokmu selalu di lamunan benakku . .
Pembiasan makna yang tak terbendung hanya dalam kolbumu . . .
Kaulah manusia penakhluk senja gibran . . .

Pasti ada yang bertanya tanya tentang syair saya ini ?

Bait pertama menceritakan hidup kita ketika tiada sesosok penyair indah seperi kahlil gibran , ya mungkin bisa di katakan bahwa hampa dan sepi namun , apa yg di maksutkan oleh gibran pun sesuai dengan neraca gugusan bintang : yaitu keindahan

Di bait kedua saya menceritakan duka yang di rasakan oleh saya sendiri maupun kalian , yang kehilangan sosok penyair dan penulis hebat seperti gibran namun cerita bersambung di bait ketiga . . .

yaitu kekekalan syairnya akan selalu ada di benak saya , sesuai dengan fasihnya ia memainkan fase kata yang begitu dalam dan penghayatan pun saya tak sanggup lagi berkata kata untuk menyanjung sang puitisi gibran .

selamat membaca :) follow us @destahadianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar